Hubungan dua mantan presiden, Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi sorotan di tengah isu kasus dugaan ijazah palsu didalangi 'Partai Biru' yang dikaitkan dengan Partai Demokrat. Kendati keduanya belum memberikan pernyataan terbuka terkait polemik ijazah palsu tersebut, akan tetapi hubungan Jokowi dan SBY bak orang pacaran. Kerap pasang surut. Keduanya terkadang tampak mesra, namun sering kali antara pihak Jokowi dan SBY saling tuding dan berseteru.
Saat masa transisi contohnya, SBY dengan terbuka menerima Jokowi yang dinyatakan sebagai pemenang pemilu untuk datang ke istana. SBY dengan 'mesra' mengajak Jokowi bersama timnya untuk jalan-jalan keliling istana sekedar memberikan informasi, ada apa dan bagaimana kondisi istana.
Namun, hubungan Jokowi dan SBY kembali memanas pasca Menteri ESDM Sudirman Said mengeluarkan statemen yang dinilai menyudutkan pemerintahan SBY. Sudirman menyebut persoalan mafia migas selalu selesai jika sudah sampai di meja SBY saat ketua umum Partai Demokrat itu menjadi penguasa.
Komentar ini pun menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Khususnya bagi kader-kader Demokrat yang tak terima SBY dituding, membela habis-habisan dan menuntut Sudirman untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada SBY.
Pasang surut hubungan SBY dan Jokowi dari mulai soal subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sampai mafia migas.
Jokowi Minta SBY Naikkan BBM
Di awal pemerintahannya, Jokowi terpaksa menelam pil pahit. Jokowi harus menaikkan harga BBM bersubsidi. Seolah tak mau disalahkan sendiri, Jokowi sejak awal menuding bahwa kenaikkan BBM ini dampak dari pengelolaan negara era SBY. Bahkan sebelum dilantik sebagai presiden, Jokowi lebih dulu menemui SBY di Bali. Agenda utamanya, meminta kepada SBY agar menaikkan harga BBM sebelum lengser. Namun pertemuan di Bali berjalan hampa, SBY seolah tak mau meninggalkan 'luka' di hati masyarakat saat lengser sehingga menolak keinginan Jokowi tersebut. Karena itu, Jokowi terpaksa belum genap tiga bulan jadi orang nomor satu di Tanah Air, harus menelan pil pahit dan makian dari masyarakat karena kenaikkan BBM. Dia bahkan sesumbar tak takut kehilangan popularitas dengan kenaikan BBM ini.
"Kenapa yang dulu-dulu tidak berani melakukan ini, karena masalah popularitas," sindir Jokowi saat itu.
Jokowi mengaku sudah banyak diingatkan jika menerapkan kebijakan pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif maka popularitasnya akan jatuh. Namun, Jokowi tak menghiraukannya.
"Tapi, saya sampaikan bahwa itu risiko sebuah keputusan," tegas Jokowi.
SBY tak mau disalahkan begitu saja. Dia membalas dan meminta kepada Jokowi untuk tetap fokus memimpin pemerintahan tanpa harus menyalahkan pemerintahan sebelumnya.
"Fokus saja kepada Pak Jokowi, dan tidak perlu lagi menyalahkan pemerintahan pendahulunya, termasuk kepemimpinan saya dulu," kata SBY.
SBY berharap agar pemerintahan Jokowi- JK bisa melanjutkan hal-hal yang belum sempat selesai pada masa pemerintahannya, dan memperbaiki hal-hal lainnya yang belum sempurna untuk kebaikan dan kepentingan bangsa Indonesia.
Mesra di Istana negara
Sehari sebelum keluar dari Istana Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima kedatangan presiden terpilih Joko Widodo ( Jokowi). Keduanya, jalan-jalan keliling Istana untuk memperkenalkan sejumlah fungsi ruang yang ada di Istana.
SBY menyambut kedatangan Jokowi sekitar Pukul 15.50 WIB. Kemudian keduanya, didampingi sejumlah menteri SBY, seperti Chairul Tanjung, Mari Elka Pangestu, Djoko Suyanto, Sjafrie Sjamsoeddin dan Sudi Silalahi menemani Jokowi keliling Istana.SBY dan Jokowi berkunjung ke Istana negara, kemudian lanjut ke ruang rapat paripurna di Istana. Di tempat ini, SBY bersama menteri melakukan rapat paripurna.
"Ini biasa kami mengadakan rapat paripurna. Di sini bisa ditampilkan peta Indonesia. Kalau misalkan ada bencana, Mentawai misalnya bisa ditampilkan," kata SBY di Istana Negara, Jakarta, Minggu (19/10).
Pada kesempatan ini, Menko Ekonomi era SBY, Chairul Tanjung juga menjelaskan kepada Jokowi apa fungsi ruang paripurna. Salah satunya, melihat bencana.
"Ini jadi bisa kayak google gitu. Kalau ada bencana, atau kejadian, bisa ditentukan posisinya di mana. Pakai google earth," sambung Chairul.
Selanjutnya, Jokowi yang ditemani Tim Transisi, Andi Widjajanto dan Rini Soemarno bertolak ke Kantor presiden. Di sini SBY menjelaskan bahwa rapat terbatas dilakukan di tempat ini. Tak berselang lama, rombongan bertolak keluar. Saat mengitari Istana yang ada taman kecil, SBY berpesan kepada Jokowi.
"Nah di sini kalau bapak tidak ada waktu, atau susah cari tempat bisa lari di sini. Lumayan olahraga," kata SBY.
Rombongan melanjutkan jalan-jalannya ke dalam Istana Negara. Di sini, SBY sempat menginstruksikan untuk memindahkan sejumlah foto presiden dari tiang ruangan.
"Di sini, kita ada foto-foto presiden dari setiap zaman. Kita sudah geserkan, tadinya foto saya ada di sini (tiang terakhir), tapi semuanya akhirnya digeser, jadi ada satu tiang kosong untuk foto presiden berikutnya," kata SBY.
Jokowi yang mendengarkan itu hanya mengangguk dan mengiyakkan. Sementara ketua tim transisi Rini Soemarno yang ikut dalam rombongan mengucapkan terima kasih atas sambutan dan persiapan yang dilakukan SBY ini.
"Wah terima kasih loh pak sudah disiapkan," ucap Rini.
Selanjutnya, mereka menuju ke ruang tamu pejabat negara baik dalam dan luar negeri. Di sini, wartawan dilangang ikut karena SBY ingin bicara internal dengan rombongan.
"Saya minta waktu tujuh menit yah mau bicara," pungkasnya.
Kemudian, setelah beberapa menit, SBY dan Jokowi ke luar ruang tamu dan mengikuti proses gladi bersih upacara serah terima jabatan yang rencananya bakal dilakukan pada 20 Oktober besok.
Utang IMF
Pada April 2015, hubungan Presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali tegang. Penyebabnya, pernyataan Jokowi yang menyebut Indonesia masih berutang pada lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF).
Mendengar pernyataan Jokowi ini, SBY melalui akun Facebooknya, mengoreksi pernyataan utang Indonesia kepada IMF. Menurutnya, Indonesia sudah melunasi seluruh utangnya sebesar USD 9,1 miliar atau setara Rp 117 triliun sejak sembilan tahun silam.
"Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 lalu atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada," tulisnya.
"Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF."
Bahkan informasi ini dibenarkan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro jika pemerintah tak lagi memiliki utang pada lembaga IMF. Menurut menkeu, Indonesia hanya memiliki dana siaga dari lembaga keuangan internasional untuk menjaga keamanan cadangan devisa Indonesia.
"Pemerintah Indonesia tidak utang ke IMF. Itu dari Bank Indonesia sebesar USD 2,79 miliar dalam rangka pengelolaan devisa, jadi bukan utang yang harus dibayar," ujar Menkeu Bambang saat ditemui di Kantornya, Jakarta.
Akur di Kongres Demokrat
Presiden Jokowi hadir dalam kongres ke-IV Partai Demokrat yang digelar di Surabaya 12 Mei 2015. Jokowi bahkan menyempatkan hadir di Surabaya setelah melakukan kunjungan kerja dari luar negeri. Kehadiran Jokowi disambut meriah oleh SBY dan kader Partai Demokrat. Bahkan dalam pidatonya, Jokowi sempat mengeluarkan guyonan-guyonan hangat membuat suasana menjadi lebih meriah.
Saat itu, Jokowi menceritakan, ketika jalan hendak ke arena kongres, ada yang bertanya tentang gaya berpakaiannya menggunakan jas hitam dan dasi merah.
"Di jalan ada yang nyeletuk, 'pak kok enggak pakai baju putih, kok pakai jas, enggak biasanya'," kata Jokowi di Hotel Shangri-La, Surabaya, Selasa (12/5).
Jokowi mengungkap alasan kenapa berpakaian rapih. Menurut dia, berpakaian rapih karena ingin bersanding dengan SBY di arena kongres.
"Terus saya sampaikan, sudah saya perkirakan saya pasti berjejer dengan Pak SBY, Pak SBY rapih, sudah tinggi besar rapih, kalau (saya) pakai putih langsung.....," kata Jokowi sambil menjatuhkan tangan tanda kalah bersaing, yang disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.
Jokowi merasa sekali-kali harus tampil rapih apalagi di depan SBY. Dia menyadari kalah bersaing dengan SBY soal kerapian.
"Sekali boleh tampil rapih seperti ini, kalau kalah ya dikit-dikit," kata Jokowi.
"Mengenai kerapian lho," singkat dia.
Ribut Soal Mafia Migas
Masih di tahun yang sama, hubungan antara Jokowi dan SBY kembali memanas pasca mesra di Kongres Demokrat. Memang kali ini bukan Jokowi yang terlibat langsung perseteruan dengan SBY, melainkan anak buahnya yakni Menteri ESDM Sudirman Said.
Sudirman menyebut bahwa pemerintahan SBY tak pernah selesai memberantas mafia migas. Bahkan, Sudirman menyebut jika soal mafia migas selalu selesai di meja SBY. Hal ini pun membuat kuping SBY panas.
SBY mengaku sangat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said di media massa. Hal itu terkait pernyataan Sudirman yang menyebut pembubaran Petral di era kepemimpinan SBY kerap berhenti di meja presiden.
"Saya amat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyerang dan mendiskreditkan saya, ketika menjadi Presiden dulu. *SBY," demikian kicau SBY dalam akun Twitter @SBYudhoyono, Senin (18/5) malam.
SBY berharap Sudirman Said memberikan klarifikasi atas apa yang dimaksud. Sebab, SBY mengaku saat masih menjadi presiden menginginkan penyimpangan apapun diberantas.
"Saya bahkan membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang hakikatnya memberantas kejahatan dan penyimpangan apapun. *SBY*," katanya.
"Tidak ada yang mengusulkan ke saya agar Petral dibubarkan. Saya ulangi, tidak ada. Kalau ada pasti sudah saya tanggapi secara serius. *SBY*," katanya.
Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku tertib dalam manajemen pemerintahan. Isu serius seperti mafia migas, pasti akan diresponsnya. Karenanya, kata SBY, tidak mungkin usul pembubaran Petral di era kepemimpinannya berhenti di mejanya.
"Hari ini saya berbicara dengan mantan Wapres Boediono dan 5 mantan menteri terkait, apakah memang pernah ada usulan pembubaran Petral. *SBY*."
"Semua menjawab tidak pernah ada. Termasuk tidak pernah ada 3 surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu. *SBY*," kata SBY.
SBY menilai pemberitaan yang menyebut pembubaran Petral berhenti di mejanya adalah fitnah dan masuk dalam pencemaran nama baik. SBY mengaku masih menunggu klarifikasi dari pihak-pihak yang menyebarkan.
"Mungkin tidak mudah menghadapi yang tengah berkuasa sekarang ini. Tetapi, kebenaran adalah "power" yang masih saya miliki. *SBY*," katanya.
Selama menjabat sebagai presiden, SBY mengaku tidak pernah mengintervensi BUMN manapun. Termasuk urusan tender dan bisnis. SBY juga mengaku berpesan agar semua BUMN berkembang baik, membayar pajak dan deviden, tidak ada korupsi dan tak menjadi sapi perah.
"Sebenarnya saya mendukung upaya pemerintahan Presiden Jokowi untuk lakukan penertiban, karena setiap Presiden hakikatnya juga begitu. *SBY*."
"Tetapi, kenapa harus terus menyalahkan pemimpin dan pemerintahan sebelumnya. Popularitas bisa dibangun tanpa menjelekkan pihak lain. *SBY*.""Tuduhan dan fitnah yg disampaikan Menteri ESDM & pihak-pihak tertentu sulit saya terima. Rakyat Indonesia, doakan saya kuat menghadapi. *SBY*," tutupnya.
Pertemuan di Istana Negara
Isu ketidakakuran antara Jokowi dan SBY Kembali mencuat sebelum pertemuan resmi mereka di Istana Negara pada Maret 2017. SBY bahkan menyiratkan adanya pihak di lingkaran Jokowi yang tidak menghendaki pertemuan tersebut. Hal ini menambah ketegangan dalam hubungan mereka, yang seakan tidak baik di mata publik.
Pertemuan di Istana Negara pada 9 Maret 2017 menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Keduanya terlihat akrab, menghapus desas-desus ketidakakuran yang beredar. Pertemuan ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketegangan, komunikasi tetap terjaga.
Sebelum Maret 2017, hubungan Jokowi dan SBY diwarnai oleh isu ketidakakuran. Desas-desus ini muncul ketika SBY dalam beberapa konferensi pers menyiratkan adanya sesuatu yang membuat hubungan mereka seakan tidak baik. SBY juga pernah menyebutkan bahwa ada pihak di lingkaran Jokowi yang tidak menghendaki pertemuan antara dirinya dan Jokowi.
Ketidakpastian ini menciptakan spekulasi di kalangan publik mengenai hubungan kedua tokoh tersebut. Meskipun demikian, pertemuan resmi di Istana Negara pada Maret 2017 menjadi momen penting yang mengubah persepsi publik.
Pertemuan antara Jokowi dan SBY pada 9 Maret 2017 di Istana Negara berlangsung setelah SBY mengungkapkan adanya pihak yang menghalangi pertemuan tersebut. Dalam pertemuan ini, keduanya terlihat akrab dan tidak ada kecanggungan, layaknya kawan lama yang bereuni.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan bahwa pertemuan ini awalnya diminta oleh SBY melalui Sekjen Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, berbagai topik dibahas, mulai dari situasi perpolitikan nasional hingga klarifikasi isu-isu yang mencuat di antara keduanya.
Setelah Maret 2017, meskipun terdapat dinamika, SBY menyatakan bahwa hubungannya dengan Jokowi tetap baik. SBY menekankan bahwa hubungan baik dengan Jokowi selalu terjaga, meskipun tidak selalu diketahui oleh publik.
Komunikasi antara keduanya terus berlangsung, dengan pertemuan-pertemuan rutin yang menunjukkan adanya hubungan yang harmonis. Kunjungan SBY ke Istana Merdeka pada September 2024 juga menjadi bukti bahwa hubungan mereka tetap terjaga.
Memanas di Tengah Isu Ijazah Palsu
Hubungan Jokowi dan SBY kembali diwarnai ketegangan di tengah isu ijazah palsu. Kendati bukan terlibat perseteruan langsung, munculnya isu ijazah palsu Jokowi diiringi dengan tudingan bahwa Partai Demokrat memiliki peran dalam menggulirkan narasi tersebut membuat hubungan keduanya menjadi sorotan. Bahkan, partai berlambang mercy itu menolak tegas tuduhan yang menyebut mereka terlibat isu tersebut. Partai Demokrat menyebutnya sebagai fitnah yang tidak berdasar.
"Fitnah besar itu," kata Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat ditanya wartawan di Lombok Barat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan, Partai Demokrat tidak tinggal diam terkait tuduhan menjadi dalang di balik ramainya isu dugaan ijazah palsu Jokowi. Demokrat mempertimbangkan mengambil langkah hukum terhadap pihak menyebarkan isu partai berlambang mercy tersebut mendalangi dugaan ijazah palsu Jokowi.
"Kami mempertimbangkan langkah hukum terhadap siapa pun yang dengan sengaja mencemarkan nama baik partai kami melalui narasi-narasi palsu dan manipulatif," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) melalui siaran pers diterima, Selasa (29/7).
Selain mempertimbangkan langkah hukum, Ibas mendorong kepada Jokowi untuk membuka ruang klarifikasi agar tidak ada adu domba dan opini sesat.
"Kami juga mendorong Presiden Jokowi dan pihak-pihak terkait untuk membuka ruang klarifikasi secara baik agar tidak ada ruang bagi adu domba, fitnah, dan penggiringan opini sesat," kata Ibas.
Kaesang Tegaskan Hubungan Jokowi SBY Harmonis
Terpisah, Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menegaskan hubungan antara keluarga Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjalin dengan baik. Bahkan, Kaesang mengatakan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang juga merupakan putra sulung Jokowi, sempat menjenguk SBY yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
"Kita semua harus tahu hubungan kami dengan keluarganya Bapak SBY sangat baik, kemarin juga Pak Wapres (Gibran Rakabuming Raka) juga bertemu dengan beliau menjenguk di RSPAD," kata Kaesang usai rapat perdana Tim Formatur Kepengurusan DPP PSI di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Senin (28/7).
Putra bungsu Jokowi itu pun menyatakan ingin bertemu pula dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang juga Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK).
"Saya pun juga ingin berencana ketemu dengan Pak Ketum Demokrat, Mas AHY," tuturnya.
Dia lantas berkata, "Semuanya untuk bangsa ini, tidak ada yang saling menjatuhkan."
Hal di atas dikemukakan Kaesang merespons isu Partai Demokrat yang diistilahkan dengan "Partai Biru" berada di balik isu dugaan ijazah palsu Jokowi.
"Coba ditanyakan ke Bapak (Jokowi), bukan ke saya," katanya.
Dia mengatakan bahwa sang ayahanda, Jokowi, pun tidak pernah melemparkan tuduhan yang diarahkan kepada Partai Demokrat atas isu dugaan ijazah palsunya.
Terlebih, lanjut dia, Partai Demokrat telah mengeluarkan pernyataan pers pula untuk menepis tuduhan yang dialamatkan kepada partainya sebagai dalang di balik isu dugaan ijazah palsu Jokowi.
"Kalau yang saya lihat, ketika Bapak (Jokowi) berbicara, kan tidak ada menuduh yang Partai Biru. Saya juga melihat kemarin dari Partai Demokrat bersuara juga," tutur dia.